Kenaikan PPN dapat membawa dampak yang kompleks bagi perekonomian. Sementara pemerintah mungkin memperoleh lebih banyak pendapatan, konsumen dan pelaku usaha bisa merasakan dampak negatif dalam bentuk harga yang lebih tinggi, penurunan daya beli, dan potensi penurunan permintaan.
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak yang dikenakan atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkan di Indonesia. PPN termasuk dalam kategori pajak tidak langsung, yang artinya pajak ini dibayar oleh konsumen akhir, meskipun pemungutnya adalah pengusaha atau penyedia barang/jasa.
PPN dikenakan pada setiap tahap produksi atau distribusi, tetapi yang membayar akhirnya adalah konsumen akhir. Setiap pelaku usaha yang terdaftar wajib mengenakan PPN pada barang atau jasa yang mereka jual. Namun, pelaku usaha juga dapat mengkreditkan PPN yang dibayar pada pembelian barang atau jasa untuk keperluan usaha mereka, sehingga hanya selisih antara PPN yang diterima dari konsumen dan PPN yang dibayar kepada pemasok yang disetorkan ke negara.
Tarif standar PPN di Indonesia adalah 11% (sejak April 2022, sebelumnya 10%). Beberapa barang dan jasa tertentu dapat dikenakan tarif PPN yang lebih rendah atau bahkan dibebaskan dari PPN, seperti barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan layanan kesehatan.
PPN adalah salah satu sumber pendapatan negara yang penting, karena pajak ini berlaku luas pada hampir semua transaksi barang dan jasa.
➡️ Peningkatan Pendapatan Negara
Efek berantai dari kenaikan PPN:
➡️ Peningkatan Beban Administratif
➡️ Peningkatan Biaya Produksi
➡️ Kenaikan Barang dan Jasa
➡️ Penurunan Daya Beli
➡️ Penurunan Permintaan untuk barang dan jasa
➡️ Beban Lebih Berat bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah